Revisi UU Cipta Kerja terbaru menjadi hal yang selalu dinanti-nanti oleh dunia usaha di Indonesia, baik pekerja maupun pengusaha. Omnibus law ini memang sudah mengalami berbagai perubahan dan pembaharuan dari tahun ke tahun. Namun, revisi UU Cipta kerja kali ini yang paling membawa angin segar bagi para pekerja dan buruh di Indonesia. Pasalnya, dalam revisi tersebut MK mengabulkan sebagian besar gugatan yang diajukan serikat buruh terkait UU No. 6/ 2023 tentang Cipta Kerja.
Putusan MK ini merevisi 21 pasal dalam UU Cipta Kerja yang dianggap merugikan pekerja. Keputusan ini memberi harapan baru bagi pekerja yang selama ini menganggap bahwa UU Cipta Kerja lebih berpihak kepada pengusaha. Selain itu, MK menilai bahwa isi UU Cipta Kerja banyak yang tidak beririsan dengan UU No. 13/ 2003 tentang Ketenagakerjaan. Padahal undang-undang ini masih dianggap masyarakat umum sebagai payung hukum yang mengatur segala sesuatu terkait ketenagakerjaan.
Oleh karena itu, bila ditilik satu persatu, banyak aturan dalam UU Ketenagakerjaan yang “dihidupkan kembali” oleh MK. Dengan harapan bahwa pembaharuan undang-undang ini dapat memberikan kejelasan hukum yang lebih baik dalam hubungan kerja di Indonesia.
Melalui putusannya, MK juga menginstruksikan agar undang-undang yang mengatur ketenagakerjaan disusun secara terpisah dari UU Cipta Kerja. MK memberikan waktu dua tahun bagi pemerintah untuk menyusun undang-undang ketenagakerjaan baru. Tujuannya adalah untuk menghindari tumpang tindih aturan yang selama ini menjadi salah satu kelemahan utama UU Cipta Kerja.
Hal terpenting yang harus dicapai dalam penyusunan undang-undang baru adalah keseimbangan dan keadilan regulasi. Sehingga undang-undang ini tidak hanya menguntungkan salah satu pihak, tapi dapat menjadi suatu panutan hukum yang melindungi baik pengusaha maupun pekerja. Di satu sisi, pekerja pasti menuntut perlindungan yang lebih baik bagi hak-hak mereka, terutama dalam kasus-kasus PHK. Sementara di sisi yang berbeda, pengusaha mengharapkan fleksibilitas dalam mengelola tenaga kerja, sehingga tetap kompetitif di tengah persaingan global.
Oleh karena itu proses penyusunan UU Ketenagakerjaan baru memerlukan dialog intensif antara pemerintah, pengusaha, serikat pekerja, dan pakar hukum ketenagakerjaan. Tentunya semua pihak berharap agar perancangan undang-undang ini dapat segera terlaksana sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditetapkan.
Baca Juga: Aturan Hukum PHK Yang Tidak Dapat Pesangon
Poin-poin Revisi UU Cipta Kerja Terbaru
Dalam revisi UU Cipta Kerja terbaru, beberapa poin perubahan yang patut diperhatikan adalah sebagai berikut:
- Pengutamaan Tenaga Kerja Indonesia di Atas Tenaga Kerja Asing
MK membatalkan beberapa aturan dalam UU Cipta Kerja yang dianggap multitafsir terkait penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Putusan MK menegaskan bahwa tenaga kerja asing hanya boleh dipekerjakan pada posisi tertentu, untuk jangka waktu yang terbatas, dan harus memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang diduduki. Selain itu, aturan ini juga harus memprioritaskan tenaga kerja lokal dalam hal pengisian posisi.
- Penegasan Durasi Kontrak Kerja
MK memperjelas ketentuan mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dengan menetapkan batas waktu maksimal kontrak selama lima tahun, termasuk perpanjangannya. Aturan ini diharapkan dapat memberikan kepastian dan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja kontrak. Sebelumnya, UU Cipta Kerja memberikan fleksibilitas pada kontrak kerja PKWT. Hal ini dikhawatirkan dapat memperpanjang ketidakpastian situasi pekerjaan bagi karyawan.
- Pembatasan Pekerjaan Outsourcing
MK meminta pemerintah untuk mengatur jenis dan bidang pekerjaan yang dapat dilakukan melalui outsourcing (alih daya). Hal ini untuk menghindari penyalahgunaan praktik outsourcing yang sering memicu konflik antara pekerja dan perusahaan.
- Pemberlakuan Kembali Opsi Libur Dua Hari dalam Seminggu
MK mengembalikan opsi untuk memberi pekerja dua hari libur dalam seminggu. Sebab pada perubahan sebelumnya, opsi tersebut dihapus dan UU Cipta Kerja hanya memberi pilihan libur satu hari per minggu bagi pekerja.
Baca Juga: Uang Pisah Karyawan Resign, Apakah Selalu Dapat?
- Upah Harus Mengandung Komponen Hidup Layak
MK menilai bahwa komponen hidup layak harus tetap menjadi bagian dari ketentuan pengupahan. Komponen yang dimaksud meliputi kebutuhan dasar pekerja seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan kesehatan.
- Pengaktifan Kembali Dewan Pengupahan
Dewan pengupahan, yang dalam perubahan UU Cipta Kerja sebelumnya telah ditiadakan, kini dihidupkan kembali melalui putusan MK ini. Dewan pengupahan berperan dalam memberikan masukan terkait kebijakan upah. Dengan demikian penentuan kebijakan tidak hanya di tangan pemerintah pusat tetapi juga mempertimbangkan masukan dari pemerintah daerah dan perwakilan pekerja.
- Skala Upah yang Proporsional
MK menginstruksikan bahwa struktur dan skala upah harus bersifat proporsional. Hal ini mempertimbangkan berbagai faktor seperti kontribusi tenaga kerja terhadap perekonomian daerah dan kebutuhan hidup yang layak.
- Pemberlakuan Kembali Upah Minimum Sektoral
Ketentuan mengenai Upah Minimum Sektoral (UMS) juga diberlakukan kembali oleh MK. Ketentuan ini sempat dihapus dalam perubahan UU Cipta Kerja sebelumnya. UMS memungkinkan pekerja di sektor tertentu –terutama yang memiliki risiko tinggi– untuk mendapatkan upah minimum yang berbeda. Sehingga tingginya resiko pekerjaan mereka dapat diimbangi oleh standar upah yang lebih sesuai.
Baca Juga: Rumus Pesangon PHK Dan Perhitungannya
- Peran Serikat Pekerja dalam Penentuan Upah
MK mengembalikan pula peran serikat pekerja dalam menentukan upah yang di atas minimum. Sebelumnya, UU Cipta Kerja tidak lagi melibatkan serikat pekerja dalam penetapan upah. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan antara pekerja dan perusahaan dalam negosiasi upah.
- Ketentuan PHK Baru Berlaku Setelah Inkrah
MK menegaskan bahwa PHK hanya bisa dilakukan setelah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Aturan ini sangatlah penting, karena dapat mencegah perusahaan melakukan PHK yang sepihak atau tidak sesuai dengan undang-undang.
- Penetapan Batas Bawah UPMK
Dalam putusannya, MK juga menetapkan bahwa Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) dalam UU Cipta Kerja adalah batas minimum. Hal ini memberikan jaminan bagi pekerja bahwa mereka akan menerima penghargaan yang layak atas masa kerja mereka.
Revisi UU Cipta Kerja terbaru mencerminkan komitmen negara untuk menciptakan regulasi yang lebih adil, khususnya di area ketenagakerjaan. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas hubungan industrial di Indonesia.
Dalam pengelolaan SDM, departemen HR memang harus memiliki wawasan yang luas dan terkini mengenai undang-undang ketenagakerjaan di Indonesia. Namun tak hanya itu, tim HR juga perlu menerapkan sistem administrasi yang cepat, simpel, dan praktis untuk mendukung operasional perusahaan. Untungnya kini telah hadir aplikasi Gaji.id, yang dapat mengotomatisasi berbagai proses kompleks seperti penggajian, perhitungan lembur, dan lain-lain. Ingin tahu lebih lanjut mengenai aplikasi Gaji.id? Hubungi kami atau jadwalkan demo untuk informasi lebih lanjut.