Apakah Suami Istri Kerja Satu Kantor Bisa Di-PHK? Ini Aturan yang Benar

Dalam dunia kerja, fenomena suami istri yang bekerja di satu perusahaan yang sama sebenarnya bukanlah hal yang langka. Namun, beberapa perusahaan menerapkan peraturan yang ketat mengenai hal ini. Demi menjaga profesionalitas kerja, kebanyakan perusahaan tersebut melarang suami istri kerja satu kantor. Hal ini sebenarnya bukanlah aturan yang tak berdasar. Karena suami dan istri yang bekerja sekantor bisa saja mencampuradukkan masalah pribadi dan pekerjaan, sehingga berdampak pada kinerja mereka. Pertimbangan itu mengarah pada kekhawatiran yang lebih besar. Apakah suami istri yang bekerja dalam satu kantor dapat di-PHK? Simak terus artikel ini untuk mendapatkan penjelasan menyeluruh terkait suami istri kerja satu kantor, serta undang-undang yang berlaku di Indonesia.

Apakah Suami Istri Kerja Satu Kantor Dapat Di-PHK? 

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 153 ayat (1) huruf f, menyatakan bahwa pengusaha dilarang melakukan PHK dengan alasan pekerja memiliki pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja lain dalam satu perusahaan. Namun, sebelumnya terdapat pengecualian yang memungkinkan PHK jika hal tersebut diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. 

Baca Juga: Dampak Penghapusan Outsourcing Bagi Pekerja

Situasi ini berubah setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan Nomor 13/PUU-XV/2017 pada 14 Desember 2017. Dalam putusan tersebut, MK menyatakan bahwa frasa pengecualian tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Dengan demikian, pengusaha tidak dapat lagi melakukan PHK dengan alasan ikatan perkawinan antar pekerja, terlepas dari ketentuan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan.

Keputusan MK didasarkan pada pertimbangan bahwa keputusan menikah dan membentuk keluarga adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD 1945. Larangan terhadap pernikahan antar pekerja dianggap melanggar hak konstitusional tersebut. Selain itu, MK menilai bahwa ikatan perkawinan pekerja tidak secara otomatis mengganggu hak atau kebebasan orang lain dalam lingkungan kerja.

Baca Juga: Aturan PHK Karyawan Hamil, Kapan Diperbolehkan?

Selanjutnya, pemerintah melalui Perppu Cipta Kerja mengadopsi putusan MK tersebut menjadi sebuah aturan hukum yang tegas. Melansir dari HukumOnline.com, Pasal 81 angka 43 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 153 ayat (1) huruf f UU Ketenagakerjaan. Perubahan undang-undang ini menegaskan bahwa pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan.

Dampak bagi Dunia Kerja

Dengan putusan MK dan Perppu Cipta Kerja, perusahaan tidak dapat lagi melarang pernikahan pekerja atau melakukan PHK karena alasan tersebut. Namun, perusahaan tetap dapat mengatur kebijakan internal untuk menghindari potensi konflik kepentingan. Misalnya, perusahaan dapat melakukan rotasi atau mutasi karyawan menikah ke divisi yang berbeda. Langkah ini bertujuan untuk menjaga profesionalisme dan objektivitas dalam lingkungan kerja tanpa melanggar hak-hak karyawan. Kebijakan tersebut dapat pula menjaga reputasi perusahaan sebagai tempat kerja yang adil dan mempedulikan kesejahteraan karyawan. 

Baca Juga: Hak Karyawan Kontrak yang di PHK

Singkat kata, peraturan perundangan di Indonesia telah menegaskan bahwa perusahaan tidak dapat melakukan PHK terhadap suami istri kerja satu kantor. Perusahaan wajib menghormati hak-hak konstitusional karyawan dan tidak dapat memberlakukan kebijakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum tersebut. Dengan harapan, peraturan ini dapat memberi kesempatan yang adil bagi pekerja suami istri untuk terus berkarir di tempat yang sama. Pekerja yang berstatus suami istri pun harus tetap menjaga profesionalitas kerja, agar aktivitas pekerjaan dan kehidupan pribadi tidak saling mengganggu.  

Selain itu, untuk semakin meningkatkan kinerja karyawan, perusahaan juga dapat memanfaatkan sistem HRIS seperti Gaji.id. Dengan dukungan AI yang canggih, aplikasi Gaji.id dapat mengotomatisasi sejumlah besar proses administratif HR yang kompleks. Proses-proses seperti penggajian, absensi karyawan, perizinan cuti atau lembur, dan banyak lagi dapat dilakukan secara otomatis dari aplikasi. Sehingga karyawan dapat mengurus administrasi yang mereka perlukan dengan cepat dan mudah. Ingin tahu lebih lanjut tentang aplikasi Gaji.id? Hubungi kami atau jadwalkan demo untuk informasi selengkapnya. 

Share this Article:

Scroll to Top