Dalam satu dekade terakhir, gig economy telah mengalami pertumbuhan signifikan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Gig economy adalah sistem ekonomi di mana pekerjaan bersifat sementara atau kontrak jangka pendek, dan seringkali dijalankan melalui platform digital. Jadi, pekerja gig adalah mereka yang bekerja secara fleksibel dan tidak terikat oleh kontrak jangka panjang. Biasanya mereka mendapatkan penghasilan berdasarkan tugas atau proyek tertentu. Contoh pekerjaan gig meliputi pengemudi ojek online, kurir, hingga penyedia layanan di platform digital seperti GoFood, Grab, Shopee, dan sebagainya. Seiring meningkatnya jumlah pekerja gig, muncul pertanyaan penting mengenai hak dan insentif mereka, terutama soal bonus. Bonus biasanya dianggap sebagai bentuk penghargaan atas kinerja, loyalitas, atau pencapaian tertentu. Namun, dalam konteks gig economy yang fleksibel, pemberian bonus tidak sesederhana di sektor pekerjaan formal. Artikel ini akan mengupas tentang bonus pekerja gig economy, termasuk jenis, mekanisme, dan tantangan dalam penerapannya.
Baca Juga: Pentingnya Jaminan Sosial Pekerja Gig Economy di Indonesia
Jenis-Jenis Bonus Pekerja Gig Economy
Bonus yang diterima oleh pekerja gig umumnya berbeda dari jenis tunjangan yang diperoleh oleh karyawan tetap. Berikut adalah beberapa jenis bonus yang umum dijumpai dalam tipe pekerjaan ini:
- Bonus Kinerja (Performance Bonus): Biasanya diberikan jika pekerja mencapai target tertentu.
- Bonus Insentif Harian/Mingguan: Banyak platform menetapkan target tugas harian atau mingguan. Jika berhasil dipenuhi, pekerja akan mendapatkan tambahan pendapatan.
- Bonus Referral: Pekerja mendapatkan bonus jika berhasil mengajak orang lain bergabung dengan platform, dan orang tersebut aktif bekerja.
- Bonus Loyalitas: Platform dapat memberikan bonus loyalitas atau penghargaan jangka panjang kepada mitra yang telah bekerja dalam kurun waktu tertentu.
- Surge Bonus atau Peak Time Bonus: Diberikan pada waktu-waktu sibuk atau saat permintaan tinggi, seperti musim liburan, hujan deras, atau jam sibuk.
Adapun mekanisme pemberian bonus diatur oleh algoritma dan sistem internal masing-masing platform. Hal ini membuat prosesnya otomatis dan bergantung pada performa data. Namun, sayangnya mekanisme ini sering tidak transparan. Banyak pekerja mengeluhkan target yang terus berubah, atau sistem bonus yang mendadak hilang tanpa penjelasan. Tidak adanya kontrak formal menyebabkan pekerja terpaksa harus menerima sistem yang diterapkan sepihak oleh platform.
Baca Juga: Pentingnya Kebijakan Transparansi Gaji dalam Perusahaan
Tantangan dan Kritik tentang Pemberian Bonus Pekerja Gig Economy
Beberapa tantangan utama dalam pemberian bonus kepada pekerja gig antara lain:
- Bonus yang tidak tetap membuat pendapatan pekerja sangat fluktuatif. Mereka harus bekerja ekstra keras untuk mengejar target demi mendapat bonus.
- Seperti telah disinggung di atas, kurangnya transparansi dalam sistem penilaian dan target membuat banyak pekerja merasa diperlakukan tidak adil.
- Sistem pemberian bonus sangat bergantung pada algoritma, yang kadang tidak mempertimbangkan kondisi lapangan seperti kemacetan, cuaca buruk, atau gangguan teknis.
- Karena pekerja gig bukan karyawan tetap, mereka tidak mendapatkan perlindungan seperti standar upah minimum, tunjangan hari raya, atau pesangon.
Peluang dan Masa Depan Sistem Bonus Gig Economy
Meski penuh tantangan, ada peluang untuk memperbaiki sistem bonus dalam gig economy. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:
- Pemerintah dapat merancang undang-undang yang mengatur standar minimum untuk insentif dan perlindungan sosial bagi pekerja platform.
- Serikat atau komunitas pekerja gig dapat memperjuangkan transparansi dan keadilan dalam sistem insentif.
- Perusahaan atau platform dapat mengembangkan sistem insentif yang lebih adil dan dapat diakses secara terbuka oleh para pekerja.
Baca Juga: Sistem Reward dan Punishment di Perusahaan
Kesimpulannya, bonus pekerja gig economy memang memberikan peluang pendapatan tambahan bagi pekerja. Namun, tanpa sistem yang transparan dan adil, bonus dapat menjadi jebakan produktivitas yang justru merugikan pekerja. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak, baik platform, pemerintah, dan pekerja itu sendiri untuk menciptakan ekosistem gig economy yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
Di lain pihak, penghitungan tunjangan-tunjangan dan bonus di sektor pekerjaan formal dapat menjadi hal yang sangat merepotkan. Apalagi bila hal ini dilakukan secara manual. Untungnya kini telah hadir aplikasi Gaji.id. Aplikasi berbasis AI ini dapat mengotomatisasi berbagai proses administrasi HR yang kompleks. Ini termasuk penggajian, penghitungan tunjangan, pemotongan iuran-iuran, dan lain-lain. Ingin tahu lebih lanjut tentang aplikasi Gaji.id? Hubungi kami atau jadwalkan demo untuk informasi selengkapnya.