Gig economy, atau ekonomi berbasis kerja lepas dan jangka pendek, telah berkembang pesat seiring kemajuan teknologi digital. Istilah ini mungkin masih terdengar asing bagi orang awam, meski penerapannya sudah sangat meluas di Indonesia. Pekerja gig sendiri bisa mencakup pengemudi ojek online, kurir, desainer grafis lepas, penulis konten, hingga pengembang perangkat lunak paruh waktu. Fleksibilitas kerja sistem gig sebenarnya menawarkan kebebasan dan peluang pendapatan baru, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran dalam hal perlindungan sosial pekerja. Tidak seperti pekerja formal, pekerja gig seringkali tidak mendapatkan jaminan sosial, seperti asuransi kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, atau dana pensiun. Artikel ini akan mengupas mengenai pentingnya jaminan sosial pekerja gig economy, serta dampaknya bagi perekonomian negara secara keseluruhan.
Pentingnya Jaminan Sosial Pekerja Gig Economy
Pekerja gig biasanya bekerja secara mandiri dan tidak terikat kontrak kerja permanen dengan satu pemberi kerja. Mereka cenderung dibayar berdasarkan proyek atau waktu kerja, serta tidak mendapatkan tunjangan seperti cuti, THR, atau pensiun. Hal ini menimbulkan tantangan dalam perlindungan tenaga kerja, karena regulasi ketenagakerjaan umumnya dirancang untuk hubungan kerja formal. Berikut beberapa alasan utama pentingnya jaminan sosial bagi pekerja gig:
Baca Juga: Manajemen Gig Economy
- Perlindungan dari Risiko Sosial dan Ekonomi
Pekerja gig tidak memiliki penghasilan tetap, dan pekerjaan mereka sangat tergantung pada permintaan pasar atau algoritma platform. Hal ini membuat mereka sangat rentan terhadap risiko seperti:
- Kecelakaan kerja
- Penyakit yang menyebabkan ketidakmampuan bekerja
- Kematian dini, tanpa adanya santunan bagi ahli waris
- Ketidakpastian di hari tua tanpa dana pensiun
Tanpa jaminan sosial, risiko-risiko ini harus ditanggung sendiri oleh pekerja, yang bisa mengakibatkan kemiskinan jika terjadi kejadian tak terduga.
- Menjaga Stabilitas Ekonomi Makro
Jaminan sosial tidak hanya melindungi individu, tetapi juga menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat. Ketika pekerja gig mendapatkan perlindungan sosial, mereka lebih percaya diri untuk membelanjakan uangnya karena memiliki jaring pengaman ekonomi. Hal ini dapat menjaga stabilitas ekonomi nasional, khususnya di sektor informal.
Baca Juga: Manajemen Antar Karyawan
- Mengurangi Beban Negara di Masa Krisis
Saat terjadi krisis, seperti pandemi COVID-19, banyak pekerja gig kehilangan sumber pendapatan tanpa memiliki tabungan atau perlindungan sosial. Negara pun akhirnya harus menyediakan bantuan sosial darurat yang memberatkan anggaran. Jika sebelumnya telah tersedia sistem jaminan sosial yang inklusif, penanganan krisis bisa dilakukan lebih terstruktur dan efisien.
- Mendorong Produktivitas dan Kesejahteraan Jangka Panjang
Pekerja yang merasa aman secara sosial cenderung lebih fokus dan produktif dalam bekerja. Perlindungan sosial menciptakan rasa aman psikologis yang berkontribusi pada peningkatan kualitas kerja.
- Mengurangi Ketimpangan Sosial
Karena pekerja gig mayoritas berasal dari kelompok masyarakat berpendidikan rendah atau ekonomi menengah ke bawah, ketiadaan jaminan sosial memperburuk ketimpangan sosial. Memberikan akses yang setara terhadap jaminan sosial membantu mendistribusikan manfaat ekonomi secara lebih merata.
Baca Juga: Employee Experience, Konsep dan Implementasinya di Dunia Kerja
- Menyesuaikan Regulasi dengan Perubahan Dunia Kerja
Pentingnya jaminan sosial pekerja gig economy juga menjadi indikator bahwa sistem ketenagakerjaan tradisional sudah tidak sepenuhnya relevan dengan era digital. Jaminan sosial menjadi alat adaptasi terhadap realitas baru dunia kerja yang lebih fleksibel.
Tantangan dalam Implementasi Jaminan Sosial Pekerja Gig Economy
Di Indonesia, pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan telah mulai membuka jalur keikutsertaan bagi pekerja sektor informal dalam program jaminan sosial. Skema ini bersifat sukarela, namun partisipasi pekerja gig masih rendah. Hal ini disebabkan karena beberapa tantangan berikut:
- Pendataan dan Identifikasi: Banyak pekerja gig tidak tercatat secara formal, sehingga menyulitkan integrasi ke dalam sistem jaminan sosial nasional.
- Fluktuasi Pendapatan: Kontribusi tetap sulit diterapkan karena pendapatan pekerja gig tidak menentu.
- Tanggung Jawab Platform: Masih terdapat ambiguitas mengenai apakah platform digital merupakan “pemberi kerja” dan sejauh mana tanggung jawab mereka dalam membayar iuran.
- Kesadaran dan Edukasi: Banyak pekerja gig belum memahami pentingnya jaminan sosial atau cara mendaftarnya.
Baca Juga: Performance Management, Pengertian, Implementasi, dan Manfaatnya
Bagaimanapun juga, pekerja gig memainkan peran penting dalam ekonomi digital modern. Namun tanpa perlindungan sosial yang memadai, mereka berada dalam posisi yang rentan secara ekonomi dan sosial. Perlu ada sinergi antara pemerintah, platform digital, dan pekerja itu sendiri untuk menciptakan ekosistem kerja yang lebih adil dan berkelanjutan. Jaminan sosial pekerja gig economy bukan hanya perlindungan, tetapi juga investasi dalam kesejahteraan dan produktivitas tenaga kerja masa depan.
Di sisi lain, dalam perusahaan formal, menghitung iuran-iuran jaminan sosial pemerintah seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan cukup menyita waktu bila dilakukan secara manual. Untungnya kini hadir aplikasi Gaji.id, yaitu aplikasi HRIS berbasis AI yang dapat mengotomatisasi berbagai proses administratif HR yang rumit. Penghitungan dan pemotongan iuran BPJS misalnya, dapat dilakukan secara otomatis dan efisien dengan aplikasi Gaji.id. Hal ini tentu sangat meringankan beban pekerjaan di departemen HRD. Ingin tahu lebih lanjut mengenai aplikasi Gaji.id? Hubungi kami atau jadwalkan demo untuk informasi selengkapnya.