PPN 12 Persen bagi UMKM: Dampak Negatif dan Mitigasinya

Tes Kraepelin

Seperti diumumkan beberapa waktu lalu, pemerintah Indonesia memutuskan untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025. Kebijakan ini bertujuan meningkatkan penerimaan negara untuk mendukung pembangunan nasional. Namun kenaikan PPN menimbulkan kekhawatiran, terutama di kalangan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Banyak orang tidak menyadari bahwa UMKM adalah tulang punggung perekonomian Indonesia. UMKM menyumbang sekitar 61% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap sekitar 97% tenaga kerja nasional. Artikel ini akan membahas seputar dampak negatif PPN 12 persen bagi UMKM, serta langkah-langkah mitigasi yang perlu dilakukan untuk menanggulanginya.

Dampak PPN 12 Persen bagi UMKM

Beberapa dampak negatif dari kenaikan PPN 12 persen bagi UMKM, antara lain:

  1. Peningkatan Biaya Produksi

Kenaikan tarif PPN akan meningkatkan biaya produksi bagi UMKM, terutama yang bergantung pada bahan baku dan layanan yang dikenakan PPN. Biaya tambahan ini dapat mengurangi margin keuntungan dan memaksa pelaku usaha menaikkan harga jual produk atau jasa mereka. 

  1. Penurunan Daya Beli Masyarakat

Dengan meningkatnya PPN, harga barang dan jasa akan naik, yang dapat menurunkan daya beli masyarakat, khususnya kalangan menengah ke bawah. Penurunan daya beli ini berpotensi mengurangi permintaan terhadap produk UMKM, sehingga pendapatan mereka dapat terpengaruh.

  1. Kesulitan Bersaing di Pasar

Kenaikan harga produk UMKM akibat peningkatan PPN dapat membuat produk mereka kurang kompetitif dibandingkan dengan produk perusahaan besar atau impor. Ini karena perusahaan-perusahaan berskala besar mungkin lebih memiliki kapasitas untuk menekan biaya produksi. Hal tersebut dapat mengancam keberlangsungan usaha UMKM. 

  1. Potensi Gulung Tikar

Beberapa pakar ekonomi memperingatkan bahwa kenaikan PPN dapat menimbulkan efek berkepanjangan terhadap UMKM. Ini akan membuat mereka sulit bertahan menghadapi dinamika yang ada, bahkan berpotensi gulung tikar. 

Pandangan Pakar Tentang PPN 12 Persen bagi UMKM

Anggota Komisi VII DPR RI, Hendry Munief, menilai kenaikan PPN 12 persen dapat memberatkan UMKM dan menurunkan daya beli masyarakat. Ia mengusulkan agar pemerintah meninjau ulang rencana tersebut dan mencari alternatif lain untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani masyarakat. 

Sementara itu, pakar ekonomi Universitas Muhammadiyah Surabaya, Arin Setyowati menyatakan bahwa kenaikan tarif PPN juga menimbulkan beban pajak lebih tinggi. Ini dapat mengurangi margin keuntungan perusahaan, terutama UMKM yang sensitif terhadap kenaikan biaya, seperti dilansir dari laman um-surabaya.ac.id.

Di lain pihak, Nailul Huda, pengamat ekonomi dari Celios mengkhawatirkan dampak kenaikan PPN 12 persen bagi UMKM. Hal tersebut karena saat ini saja banyak usaha UMKM yang belum pulih sepenuhnya dari pandemi COVID-19.

“Banyak UMKM yang mengklaim turun omzet-nya hingga 60 persen. Kondisi ini dikhawatirkan akan membuat banyak UMKM gulung tikar dan menambah jumlah pengangguran,” ujar Nailul, seperti dikutip dari Liputan6.com

Langkah Mitigasi yang Dapat Dilakukan

Untuk mengurangi dampak negatif kenaikan PPN terhadap UMKM, beberapa langkah mitigasi di bawah ini dapat dipertimbangkan:

  1. Efisiensi Produksi: UMKM perlu mencari cara untuk meningkatkan efisiensi produksi guna menekan biaya dan menjaga harga produk tetap kompetitif.
  2. Inovasi Produk: Mengembangkan produk dengan nilai tambah atau diferensiasi dapat menarik minat konsumen meskipun terjadi kenaikan harga.
  3. Pemanfaatan Teknologi Digital: Digitalisasi proses bisnis dapat membantu UMKM mencapai pasar yang lebih luas dengan biaya yang lebih rendah.
  4. Dukungan Pemerintah: Pemerintah dapat mempertimbangkan pemberian insentif atau subsidi kepada UMKM untuk membantu mereka beradaptasi dengan kenaikan PPN.

Dapat disimpulkan bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen pada tahun 2025 membawa dampak signifikan bagi UMKM di Indonesia. Peningkatan biaya produksi, penurunan daya beli masyarakat, dan kesulitan bersaing di pasar adalah beberapa tantangan besar yang harus dihadapi. Oleh karenanya, diperlukan strategi adaptasi dari pelaku UMKM serta dukungan dari pemerintah untuk memastikan keberlanjutan sektor ini dalam perekonomian nasional.

Salah satu cara untuk menekan biaya operasional adalah dengan memanfaatkan teknologi digital. Di area manajemen SDM misalnya, perusahaan dapat mendayagunakan aplikasi HRIS seperti Gaji.id. Aplikasi HRIS berbasis teknologi AI ini dapat mengotomatisasi berbagai proses administrasi HR yang kompleks. Dengan demikian perusahaan mampu menekan biaya operasional sehingga margin keuntungan lebih maksimal. Ingin tahu lebih lanjut tentang aplikasi Gaji.id? Hubungi kami atau jadwalkan demo untuk informasi selengkapnya.

Share this Article:

Scroll to Top